Banyak orang telah menceritakan perjalanan mereka ke Kopi Malabar
Pengalengan. Namun saya tetap ingin menceritakan pengalaman saya. Berangkat dari
Bogor ke Pengalengan, Bandung Selatan melewati jalur puncak. Ini adalah
perjalanan terjauh saya sejak tinggal di Bogor. Saat saya masih menetap di
Makassar, saya selalu berharap, suatu hari saya bisa menikmati alam pulau Jawa
yang begitu indah. Kemarin 30 Juni 2018 saya bersama beberapa teman di bawah
bimbingan Prof Nurheni berkesempatan berkunjung ke Pengalengan. Saya dan
teman-teman sebetulnya bukan dari jurusan Kehutanan tetapi dari berbagai bidang
ilmu yang berbeda seperti Statistika, Statistika Terapan, Matematika, dan
Klimatologi. Bagi saya yang tidak tahu apa-apa tentang kopi, ini sangat menarik.
Kapan lagi saya bisa berkunjung di salah satu ke kebun kopi terbaik dunia.
Kopi Arabika, Pengalengan Bandung |
Walau Perjalanan cukup melelahkan namun terbayarkan dengan pemandangan yang terbentang luas, sangat memanjakan mata. Untuk mencapai kebun kopi Arabika di Gunung Malabar, kami melewati ribuan hektar kebun teh dan dipandu oleh pengelola kelompok Tani Rahayu, namanya Pak Budi.
Kebun Teh, Pengalengan Bandung |
Kebun Teh |
Gunung Malabar merupakan kawasan hutan
lindung di bawah Perum Perhutani KPH bandung selatan, Jawa Barat, Indonesia.
Karena berstatus sebagai hutan lindung, maka pohon-pohon di gunung Malabar tidak
dapat ditebang dengan bebas walaupun yang menanam masyarakat atau petani
setempat. Kawasan hutan gunung Malabar berfungsi sebagai hasil hutan bukan
kayu, yaitu kopi Arabika. Kopi Arabika di gunung Malabar, ada beberapa kawasan yang
terbagi ke delam beberapa kebun. Pada trip kami, kami diberikan kesempatan melihat
kebun kopi kawasan Sangkaduro yang kebetulan sedang panen raya. Kebun sangkaduro
luasnya kurang lebih 5 hektar dengan jarak taman kopi 2 x 2 meter serta memiliki
jarak pohon naungan 5 x 5 meter. Kebanyakan kopi Malabar dinaungi Pohon Suren,
pohon eukaliptus dan pohon Kibadak.
Pohon Eukaliptus, Gunung Malabar |
Pohon Suren, Gunung Malabar |
Kopi Arabika |
Pak Budi pun sempat memberikan penjelasan singkat tentang Kopi Malabar. Menurut Pak Budi, Hama kopi di gunung Malabar tidak terlalu ekstrim, hanya ada dua jenis hama yaitu karat daun dan satunya lupa hehehe. Kedua hama tersebut bisa hilang dengan sendirinya. Ketinggian gunung Malabar berada di sekitar 1600 m di atas permukaan laut membuat gunung Malabar bebas dari hama seperti penggerek buah kopi (PBKo). Sehingga, kopi Arabika di Pengalengan benar-benar aman dari pestisida dan cita rasa kopi bebas dari pengaruh hama.
Prof Nurheni dan Pak Budi (Pengelola) |
Pak Budi bercerita mengenai kopi Malabar |
Luwak, Pengalengan Jawa Barat |
Kopi Luwak |
Kandang Luwak |
Sekarang saya akan menceritakan apa
yang saya dengar dari Pak Nuri sendiri mengenai awal beliau menanam kopi di
Pengalengan, Bandung Selatan. Karena kisahnya sangat inspiratif jadi sayang
jika saya melewatkan dari tulisan ini.
Bagi yang ingin penjelasan panjang lebar mengenai sejarah kopi Malabar,
Anda bisa membaca di website kopimalabarindonesia.com.
Kisah singkat bagaimana pak Nuri mulai merekonstruksi lahan hutan di
Pekalengan menjadi kebun kopi Malabar.
Pak Nuri bercerita tentang sejarah kopi Malabar |
Sapaanya Pak Nuri, lengkapnya Pak Supriatna Dianuri, seorang warga asli Pengalengan. Berawal dari Beliau mendapat banyak keluhan masyarakat mengenai susahnya menemukan pakan ternak hijau karena kerusakan hutan. Saat itu, Pak Nuri masih berprofesi sebagai paramedis peternakan. Sebagai warga Pengalengan Beliau merasa bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan. Pak Nuri mulai berupaya melakukan konservasi lahan kritis yang ditinggalkan petani. Upaya-upaya yang dilakukan Pak Nuri tidak serta berjalan mulus namun berbagai kendala dalam perjalanannya, misalnya ketidaksinkronan program pemerintah dan lainnya.
Tahun 2002 Perhutani mengeluarkan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), saat itu ada tiga pilihan bagi masyarakat yaitu pertama Alih komoditi yaitu dari tanaman sayur-sayuran beralih ke tanaman keras seperti kopi dan teh yang ditanam sesuai karakteristik lahan. Kedua alih profesi, masyarakat Pengalengan yang terbiasa menanam sayuran beralih profesi menjadi petani kopi dan teh dan ketiga alih lokasi.
Tahun 2002 Perhutani mengeluarkan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), saat itu ada tiga pilihan bagi masyarakat yaitu pertama Alih komoditi yaitu dari tanaman sayur-sayuran beralih ke tanaman keras seperti kopi dan teh yang ditanam sesuai karakteristik lahan. Kedua alih profesi, masyarakat Pengalengan yang terbiasa menanam sayuran beralih profesi menjadi petani kopi dan teh dan ketiga alih lokasi.
Pada awal tahun 2002 Pak Nuri menanam
kopi bukan karena kopi bernilai ekonomis tetapi menjadikan kopi sebagai tanaman
konservasi. Selain itu, alasan beliau memilih kopi karena kopi merupakan
tanaman keras namun tidak dapat dijadikan sebagai kayu bakar maupun bahan
bangunan, sehingga kopi tidak akan ditebang oleh oknum yang tidak bertanggung
jawab. Saat itu bersama tujuh orang petani kopi, beliau menanam kopi dan pohon.
Namun saat itu penanamannya tidak berdasarkan keilmuan. Alhasil tanaman kopi
mati, sehingga sebagian petani kopi menyerah dan tersisa tiga orang yang
bertahan.
Bagi Pak Nuri tidak ada kata menyerah.
Beliau mencari penyebab dari kegagalannya. Beliau mempelajari teorinya lalu
mempraktekkan di lapangan secara perlahan-lahan hingga tanaman kopi tumbuh di
lahan tersebut. Dua tahun kemudian tanaman kopi tumbuh dan berbuah, namun pak
Nuri belum tertarik dengan buah kopi malah beliau lebih tertarik dengan
pertumbuhan akar, batang, daun kopi yang tumbuh sangat subur. Dan pada akhirnya
tanaman kopi mampu menutupi lahan sekitar 40 persen saat itu. Bahkan sampai
saat ini pak nuri masih memperlakukan tanaman kopi sebagai tanaman konservasi
bukan sebagai tanaman bisnis.
Walau sekarang petani kopi Malabar
terbilang sukses namun masih ada kendala yang dihadapi masyarakat petani yaitu
pertama, kombinasi pohon yang tidak cocok untuk tanaman kopi namun tidak bisa ditebang
ataupun dipangkas oleh petani kopi karena berstatus sebagai hutan lindung.
Kedua, Masalah kelembaban susah untuk dikendalikan dan matahari yang kurang.
Namun, kendala-kendala tersebut tidak menjadikan mereka berhenti berharap
kepada Pemilik Langit dan Bumi walaupun hasil produksi sedikit kopi mereka menurun tetapi
harga kopi mereka dihargai sangat mahal.
Menurut Pak Nuri proses lebih penting dan hasilnya serahkan kepada Allah
semata.
Satu lagi pesan dari pak Nuri mulailah menjadi orang berguna bagi diri sendiri,
keluarga, dan lingkungan sekitar.
Terima kasih kepada prof Nurheni atas
Ilmunya selama satu semester mengajari kami dan mengajak kami berkunjung ke
Gunung Malabar dan Terima Kasih kepada Pak Nuri yang sudah memberikan inspirasi
yang sangat luar biasa kepada kami.
Sumber:
Prof Nurheni Wijayanto, dosen Silvikultur IPB.
Pak Supriatna Dianuri, Pelopor Kopi
Malabar Pengalengan.
Pak Budi, Pengelola kebun kopi Arabika
gunung Malabar.
Foto-foto dokumentasi milik pribadi dan teman
Tinggalkan komentar yah
Tinggalkan komentar yah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar