Senin, 02 Juli 2018

Perjalanan Ke Kebun Kopi Malabar, Pengalengan Bandung Selatan, Indonesia

Banyak orang telah menceritakan perjalanan mereka ke Kopi Malabar Pengalengan. Namun saya tetap ingin menceritakan pengalaman saya. Berangkat dari Bogor ke Pengalengan, Bandung Selatan melewati jalur puncak. Ini adalah perjalanan terjauh saya sejak tinggal di Bogor. Saat saya masih menetap di Makassar, saya selalu berharap, suatu hari saya bisa menikmati alam pulau Jawa yang begitu indah. Kemarin 30 Juni 2018 saya bersama beberapa teman di bawah bimbingan Prof Nurheni berkesempatan berkunjung ke Pengalengan. Saya dan teman-teman sebetulnya bukan dari jurusan Kehutanan tetapi dari berbagai bidang ilmu yang berbeda seperti Statistika, Statistika Terapan, Matematika, dan Klimatologi. Bagi saya yang tidak tahu apa-apa tentang kopi, ini sangat menarik. Kapan lagi saya bisa berkunjung di salah satu ke kebun kopi terbaik dunia.
Kopi Arabika, Pengalengan Bandung
Walau Perjalanan cukup melelahkan namun terbayarkan dengan pemandangan yang terbentang luas, sangat memanjakan mata. Untuk mencapai kebun kopi Arabika di Gunung Malabar, kami melewati ribuan hektar kebun teh dan dipandu oleh pengelola kelompok Tani Rahayu, namanya Pak Budi. 
                 
                     Kebun Teh, Pengalengan Bandung
Kebun Teh
Gunung Malabar merupakan kawasan hutan lindung di bawah Perum Perhutani KPH bandung selatan, Jawa Barat, Indonesia. Karena berstatus sebagai hutan lindung, maka pohon-pohon di gunung Malabar tidak dapat ditebang dengan bebas walaupun yang menanam masyarakat atau petani setempat. Kawasan hutan gunung Malabar berfungsi sebagai hasil hutan bukan kayu, yaitu kopi Arabika. Kopi Arabika di gunung Malabar, ada beberapa kawasan yang terbagi ke delam beberapa kebun. Pada trip kami, kami diberikan kesempatan melihat kebun kopi kawasan Sangkaduro yang kebetulan sedang panen raya. Kebun sangkaduro luasnya kurang lebih 5 hektar dengan jarak taman kopi 2 x 2 meter serta memiliki jarak pohon naungan 5 x 5 meter. Kebanyakan kopi Malabar dinaungi Pohon  Suren, pohon eukaliptus dan pohon Kibadak.
      
Pohon Eukaliptus, Gunung Malabar
Pohon Suren, Gunung Malabar
Kopi Arabika

Pak Budi pun sempat memberikan penjelasan singkat tentang Kopi Malabar. Menurut Pak Budi, Hama kopi di gunung Malabar tidak terlalu ekstrim, hanya ada dua jenis hama yaitu karat daun dan satunya lupa hehehe. Kedua hama tersebut bisa hilang dengan sendirinya. Ketinggian gunung Malabar berada di sekitar 1600 m di atas permukaan laut membuat gunung Malabar bebas dari hama seperti penggerek buah kopi (PBKo). Sehingga, kopi Arabika di Pengalengan benar-benar aman dari pestisida dan cita rasa kopi bebas dari pengaruh hama. 
                                  
                                            Prof Nurheni dan Pak Budi (Pengelola)
Pak Budi bercerita mengenai kopi Malabar
Luwak, Pengalengan Jawa Barat
Saya dan beberapa teman sempat belajar langsung memanen kopi dengan cara yang benar. Setelah puas memanen kopi Malabar, kami pun diajak ke tempat produksi kopi Malabar dan kopi Luwak. Kami disuguhi kopi yang terbuat dari kulit kopi asli dan beberapa teman saya membeli kopi untuk dibawa pulang sebagai oleh - oleh. Menurut Pak Nuri sebagai pelopor kopi Malabar, harga kopi Malabar setiap tahun mengalami peningkatan. Walaupun harganya terus meningkat namun konsumsi kopi masyarakat malah tidak menurun sama sekali, bahkan menurut Pak Nuri tahun ini lebih banyak pembeli yang berasal dari masyarakat Indonesia sendiri yaitu sekitar 70% dan sisanya ke luar negeri. Sangat jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang lebih banyak dijual ke luar negeri. Ini menandakan bahwa masyarakat Indonesia telah menjadikan kopi sebagai lifestyle. Terbukti dengan banyak bermunculan kafe kopi di pelbagai kota besar di Indonesia. Di samping sebagai lifestyle tenyata kopi juga sangat bermanfaat bagi kesehatan. Berdasarkan pengalaman pribadi pak Nuri yang pernah mengidap maag akut, Belau dapat sembuh dengan meminum kopi luwak Pengalengan. Biasanya Beliau meminum kopi hingga 20-30 cups per hari tanpa campuran kecuali air putih. Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan kopi luwak memiliki tingkat kafein yang rendah. Beberapa penelitian juga telah membuktikan manfaat kopi, silahkan cek di Mbah Google.
                        
                        Kopi Luwak
Kandang Luwak
Sekarang saya akan menceritakan apa yang saya dengar dari Pak Nuri sendiri mengenai awal beliau menanam kopi di Pengalengan, Bandung Selatan. Karena kisahnya sangat inspiratif jadi sayang jika saya melewatkan dari tulisan ini.  Bagi yang ingin penjelasan panjang lebar mengenai sejarah kopi Malabar, Anda bisa membaca di website kopimalabarindonesia.com.
Kisah singkat bagaimana pak Nuri mulai merekonstruksi lahan hutan di Pekalengan menjadi kebun kopi Malabar.
Pak Nuri bercerita tentang sejarah kopi Malabar
Sapaanya Pak Nuri, lengkapnya Pak Supriatna Dianuri, seorang warga asli Pengalengan. Berawal dari Beliau mendapat banyak keluhan masyarakat mengenai susahnya menemukan pakan ternak hijau karena kerusakan hutan. Saat itu, Pak Nuri masih berprofesi sebagai paramedis peternakan. Sebagai warga Pengalengan Beliau merasa bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan. Pak Nuri mulai berupaya melakukan konservasi lahan kritis yang ditinggalkan petani. Upaya-upaya yang dilakukan Pak Nuri tidak serta berjalan mulus namun berbagai kendala dalam perjalanannya, misalnya ketidaksinkronan program pemerintah dan lainnya.

Tahun 2002 Perhutani mengeluarkan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), saat itu ada tiga pilihan bagi masyarakat yaitu pertama Alih komoditi yaitu dari tanaman sayur-sayuran beralih ke tanaman keras seperti kopi dan teh yang ditanam sesuai karakteristik lahan. Kedua alih profesi, masyarakat Pengalengan yang terbiasa menanam sayuran beralih profesi menjadi petani kopi dan teh dan ketiga alih lokasi.

Pada awal tahun 2002 Pak Nuri menanam kopi bukan karena kopi bernilai ekonomis tetapi menjadikan kopi sebagai tanaman konservasi. Selain itu, alasan beliau memilih kopi karena kopi merupakan tanaman keras namun tidak dapat dijadikan sebagai kayu bakar maupun bahan bangunan, sehingga kopi tidak akan ditebang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Saat itu bersama tujuh orang petani kopi, beliau menanam kopi dan pohon. Namun saat itu penanamannya tidak berdasarkan keilmuan. Alhasil tanaman kopi mati, sehingga sebagian petani kopi menyerah dan tersisa tiga orang yang bertahan.

Bagi Pak Nuri tidak ada kata menyerah. Beliau mencari penyebab dari kegagalannya. Beliau mempelajari teorinya lalu mempraktekkan di lapangan secara perlahan-lahan hingga tanaman kopi tumbuh di lahan tersebut. Dua tahun kemudian tanaman kopi tumbuh dan berbuah, namun pak Nuri belum tertarik dengan buah kopi malah beliau lebih tertarik dengan pertumbuhan akar, batang, daun kopi yang tumbuh sangat subur. Dan pada akhirnya tanaman kopi mampu menutupi lahan sekitar 40 persen saat itu. Bahkan sampai saat ini pak nuri masih memperlakukan tanaman kopi sebagai tanaman konservasi bukan sebagai tanaman bisnis.

Walau sekarang petani kopi Malabar terbilang sukses namun masih ada kendala yang dihadapi masyarakat petani yaitu pertama, kombinasi pohon yang tidak cocok untuk tanaman kopi namun tidak bisa ditebang ataupun dipangkas oleh petani kopi karena berstatus sebagai hutan lindung. Kedua, Masalah kelembaban susah untuk dikendalikan dan matahari yang kurang. Namun, kendala-kendala tersebut tidak menjadikan mereka berhenti berharap kepada Pemilik Langit dan Bumi walaupun hasil produksi sedikit kopi mereka menurun tetapi harga kopi mereka dihargai sangat mahal.

Menurut Pak Nuri proses lebih penting dan hasilnya serahkan kepada Allah semata.

Satu lagi pesan dari pak Nuri mulailah menjadi orang berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar.

Terima kasih kepada prof Nurheni atas Ilmunya selama satu semester mengajari kami dan mengajak kami berkunjung ke Gunung Malabar dan Terima Kasih kepada Pak Nuri yang sudah memberikan inspirasi yang sangat luar biasa kepada kami.

Sumber:
Prof Nurheni Wijayanto, dosen Silvikultur IPB.
Pak Supriatna Dianuri, Pelopor Kopi Malabar Pengalengan.
Pak Budi, Pengelola kebun kopi Arabika gunung Malabar.
Foto-foto dokumentasi milik pribadi dan teman

Tinggalkan komentar yah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar